nasional.kompas.com/ |
Rabu, 25 Januari 2012 |
JAKARTA, KOMPAS.com — Hampir tidak ada yang tidak
tersedia di Jakarta jika mau berbelanja. Pusat perbelanjaan banyak
tersebar di penjuru ibu kota, baik perbelanjaan modern, tradisional,
maupun kaki lima.
Jakarta bisa dibilang kota seribu mal karena
pusat perbelanjaan modern ada di seluruh penjuru kota. Sementara
pedagang kaki lima juga tak ketinggalan menyediakan aneka barang dan
jasa. Pasar-pasar tradisional, meski kian terdesak, juga masih ada yang
bertahan.
Yang menarik, Jakarta tidak hanya menyediakan
barang-barang atau jasa yang biasa dicari warga, seperti baju dan
sepatu. Kota ini juga menyediakan belanja khusus bagi para pengusaha
hitam. Kota Jakarta memiliki pusat belanja buat pengusaha itu, yaitu
”belanja proyek”.
Tempatnya tidak terlalu sulit dicari, yakni di
Senayan. Tempat itu biasa dipakai oleh para wakil rakyat untuk
berkantor. Pusat perbelanjaan proyek itu tak lain adalah Gedung DPR.
Salah
satu indikasi bahwa Senayan telah menjadi pusat belanja proyek
tercantum dalam dokumen pemeriksaan Yulianis, saksi dalam kasus korupsi
wisma atlet. Yulianis adalah mantan Wakil Direktur Keuangan Group
Permai, yang dimiliki Muhammad Nazaruddin, terdakwa dalam kasus ini.
Dalam pengakuannya di hadapan penyidik KPK, Yulianis di antaranya
mengungkapkan, perusahaan bosnya itu kerap berbelanja atau beli proyek
di DPR. Salah satunya adalah belanja proyek wisma atlet SEA Games.
”Jika
kantor tersangka Muhammad Nazaruddin atau Group Permai yang beli atau
belanja proyek ke DPR, pekerjaannya dikerjakan oleh
perusahaan-perusahaan lain dan tersangka Muhammad Nazaruddin atau Group
Permai meminta komitmen fee kepada perusahaan yang mengerjakan
proyek itu. Hal ini seperti yang terjadi pada proyek wisma atlet. Group
Permai yang berbelanja ke DPR, selanjutnya yang mengerjakan adalah PT
Duta Graha Indah Tbk,” demikian pengakuan Yulianis.
Menurut Yulianis, belanja proyek wisma atlet di Senayan itu berharga 5 persen dari pagu anggaran. ”Proyek
pembangunan wisma atlet ini dianggarkan di DPRD dengan pagu Rp 200
miliar. Dari pagu tersebut untuk belanjanya 5 persen. Belanja 5 persen
(Rp 10 miliar) sudah direalisasikan melalui Mindo Rosalina Manulang,
sebelum bulan September 2010 atau sesudahnya,” katanya.
Saat
diminta menjelaskan soal maksud dan mekanisme belanja proyek di DPR,
Yulianis menjelaskan, ”Maksudnya adalah belanja proyek yang anggarannya
akan disetujui oleh DPR.” Hanya satu yang membedakan antara pusat
perbelanjaan lain dan Gedung DPR. Jika di mal proses jual beli dilakukan
secara bebas terbuka, belanja proyek di DPR biasanya sembunyi-sembunyi.
Berminat belanja ke Senayan?